Makalah - Bimbingan Konseling : Peran Konselor
DAFTAR ISI
c. Pentingnya Kode Etik Profesi Bimbingan dan Konseling
d. Macam-macam Kode Etik Konselor
e. Praktek mandiri dan laporan kepada pihak lain
h. Tugas Pokok dan Fungsi Kode Etik Profesi
BAB I
PENDAHULUAN
Peran merupakan
tindakan atau perilaku yang dilakukan oleh seseorang yang menempati suatu
posisi di dalam status sosial. Dengan adanya sikap tersebut maka seseorang yang
memiliki jabatan tertentu dapat mempengaruhi maupun dapat memberikan
pengetahuan kepada orang lain. Sedangkan konselor merupakan pendidik
profesional yang bertugas memberikan yanan ahli bimbingan dan konseling. Maka
peran konselor adalah suatu perilaku yang dilakukan oleh seseorang yang
memiliki keahlian dibidang bimbingan dan konseling yang memiliki keahlian
dibidang bimbingan dan konseling dalam memberikan dan membantu memecahkan
masalah dalam kehidupan sehari-hari.
Kode etik profesi
bimbingan dan konseling merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan
dan pekerjaan guru bimbingan dan konseling (konselor). Setiap konselor sejak
dibangku kuliah sudah dibekali kode etik profesi konselor baik secara teoritik
dan praktik, di laboratorium, di sekolah, di luar sekolah; mereka harus
melaksanakan kode etik tersebut sehingga terinternalisasikan dalam setiap
kegiatan pelayanan bimbingan dan kon seling.[1]
Kode etik profesi ini
seharusnya menjadi panduan dan landasan kerja setiap konselor dalam meberikan
pelayanan kepada setiap klienya. Sehingga setiap perilaku dan kegiatan layanan
yang diberikan konselor bersumber pada kode etik profesi bimbingan dan
konseling. Makalah ini dimaksudkan untuk mengungkap peran dan kode etik
konselor dalam menjalankan pekerjaanya sebagai guru bimbingan dan konseling di sekolah.
1.
Bagaimana
Pengertian Peran Konselor dalam Bimbingan Dan Konseling?
2.
Bagaimana
Pengertian Kode Etik Konselor dalam Bimbingan dan Konseling?
3.
Bagaimana
Implikasi Kode Etik dalam Layanan Bimbingan dan Konseling?
1.
Untuk
memaparkan pengertian Konselor dalam Bimbingan dan Konseling.
2.
Untuk
memaparkan pengertian Kode Etik Konselor dalam Bimbingan dan Konseling.
3.
Untuk
memaparkan Implikasi Kode Etik dalam Layanan Bimbingan dan Konseling.
BAB II
PEMBAHASAN
Istilah peran dalam “Kamus Besar Bahasa Indonesia” mempunyai arti
pemain sandiwara (film), tukang lawak pada permainan makyong, perangkat tingkah
yang diharapkan dimiliki oleh orang yang berkedudukan di masyarakat.
Menurut Ahmadi peran adalah suatu kompleks pengharapan manusia
terhadap caranya induvidu harus bersikap dan berbuat dalam situasi tertentu
yang berdasarkan status dan fungsi sosialnya. Sedangkan pengertian peran menurut
Soerjono Soekanto yang dikutip oleh Ahmadi memaparkan bahwa peran merupakan
aspek dinamis keduudkan (status), apabila seseorang melaksanakan hak dan
kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, maka ia menjalankan suatu peranan.[2]
Hakikatnya peran juga dapat dirumuskan sebagai suatu rangkaian
perilaku tertentu yang ditimbulkan oleh suatu jabatan tertentu. Kepribadian
seseorang juga mempengaruhi bagaimana peran itu harus dijalankan. Peran yang
dimainkan hakekatnya tidak ada perbedaan, baik yang dimainkan/ diperankan
pimpinan tingkat atas, menengah maupun bawah akan mempunyai peran yang sama.
Peran merupakan tindakan atau perilaku yang dilakukan oleh
seseorang yang menempati suatu posisi di dalam status sosial, syarat-syarat
peran mencakup 3 (tiga) hal, yaitu: Peran meliputi norma-norma yang dihubungkan
dengan posisi atau tempat seseorang dalam masyarakat. Peranan dalam arti ini
merupakan rangkaian peraturan-peraturan yang membimbing seseorang dalam
kehidupan kemasyarakatan.[3]
Konselor memliki berbagai peran yang dilaksanakan dalam tugasnya
yaitu: Pengertian mengenai konselor sebagai pembimbing, konselor sebagai
sahabat, konselor sebagai motivator.
1.
Peran Konselor Sebagai Sahabat
Kualitas lahiriah dari seorang konselor adalah menawan hati,
memiliki kemampuan bersikap tenang ketika bersama orang lain, dan memiliki
kapasitas untuk berempati. Konselor dalam menjalankan tugasnya biasanya juga
sebagai sahabat untuk dapat lebih dekat dalam berkomunikasi denganm para klien.
Konselor sebagai sahabat harus dapat menjadi pendengar yang baik dan aktif. Hal
ini sangat penting dikarenakan beberapa faktor. Pertama, menunjukkan
sikap penuh kepedulian. Kedua, merangsang dan memberanikan klien untuk
secara spontan terhadap konselor. Ketiga, menimbulkan situasi yang
mengajarkan, keempat, membutuhkan gagasan-gagasan baru. Konselor sebagai
sahabat yang baik memiliki kualitas sebagai berikut:
a)
Mampu
berhubungan dengan orang-orang dari kalangan sendiri, dan berbagai ide.
b)
Menantang
klien dalam konseling dengan cara yang membantu.
c)
Memperlakukan
klien dengan cara-cara yang dapat menimbulkan respons yang bermakna
d) Keinginan untuk berbagi tanggung jawab secara seimbang dengan klien
dan konselor.[4]
Dalam kondisi seperti ini maka
hubungan konselor yang berperan sebagai sahabat akan dapat membantu klien
dengan baik untuk dapat menyelesaikan masalah maupun dalam menjalankan kegiatan
yang dibuat oleh konselor.
2.
Peran Konselor Sebagai Motivator
Konselor sebagai pemberi motivasi yaitu memberikan dorongan kepada
klien dalam upaya memecahkan masalahnya secara efektif dan produktif.
Tugas konselor adalah membangkitkan motivasi anak, sehingga ia
melakukan belajar.[5] Motivasi dapat timbul dari dalam diri induvidu dan dapat pula
timbul akibat pengaruh dari luar dirinya, jelas sebagai berikut:
a)
Motivasi
Intrinsik, jenis motivasi ini timbul sebagai akibat dari dalam diri induvidu
itu sendiri, tanpa ada paksaan dorongan dari orang lain, tapi atas kemauan
sendiri.
b)
Motivasi
Ekstrinsik yaitu jenis motivasi ini timbul sebagai akibat pengaruh dari luar
induvidu, apakah karena adanya ajakan, suruhan atau paksaan dari orang lain
sehingga dengan kondisi yang demikian akhirnya ia melakukan sesuatu atau
belajar.[6]
Memahami motivasi merupakan satu hal
yang sangat penting bagi para konselor dalam proses konseling beberapa alasan
yaitu:
a)
Klien
harus didorong untuk bekerja sama dengan konseling dan senantiasa berada dalam
situasi itu.
b)
Klien
harus senantiasa didorong untuk berbuat dan berusaha sesuai tuntutan.
Dengan demikian motivasi dapat
diartikan sebagai suatu dorongan untuk mewujudkan perilaku tertentu yang
terarah kepada suatu tujuan.
3.
Konselor Sebagai Pembimbing
Konselor adalah seorang yang mempunyai keahlian dalam melakukan
konseling atau penyuluhan. Konselor atau pendamping dalam tugasnya membantu
klien memberikan bimbingan dan menyelesaikan masalah dalam kehidupan konselor
harus menjadi teladan yang baik, agar klien merasa termotivasi dalam
menyelesaikan masalah kehidupannya.
Sedangkan pembimbing adalah konselor yang memberi bimbingan untuk
dapat membantu, mengarahkan, klien dalam menentukan tujuan. Bimbingan adalah
proses pemberian bantuan yang dilakukan oleh seseorang yang ahli kepada
beberapa seseorang atau beberapa orang induvidu, baik anak-anak, remaja, maupun
dewasa, agar orang yang dimbimbing dapat mengembangkan kemampuan dirinya
sendiri dan mandiri, dengan memanfaatkan kekuatan induvidu dan sarana yang ada
dan dapat dikembangkan berdasarkan norma-norma yang berlaku.[7]
Berdasarkan pemaparan pengertian di atas,
penulis menyimpulkan bahwa terdapat kesamaan antara konselor dan pembimbing
yaitu membantu dan mengarahkan klien untuk dapat mengembangkan kemampuan diri
klien.
Konselor adalah merupakan sebutan kepada orang yang bekerja di
dalam profesi bimbingan dan konseling yang terkait dengan pemberian layanan
konseling. Konselor merupakan orang yang bertanggung jawab dalam melaksanakan
kewajiban dan pemberian layanan bimbingan dan konseling. ”Kepribadian konselor
kunci yang berpengaruh dalam hubungan konseling, akan tetapi kepribadian
konselor tidak dapat mengganti kekurangan pengetahuan tentang perilaku dan
keterampilan konseling.”[8]
Konselor adalah seorang yang
mempunyai keahlian dalam melakukan konseling atau penyuluhan. Konselor atau
pendamping dalam tugasnya membantu klien memberikan bimbingan dan mnyelesaikan
masalah dalam kehidupan konselor harus menjadi teladan yang baik, agar klien
merasa termotivasi dalam menyelesaikan masalah kehidupannya. Sebagai seorang
teladan, seharusnya konselor menjadi rujukan bagi klien dalam menjalankan
kehidupan. Oleh karena itu sebagai suri tauladan, maka sudah tentu konselor
adalah seseorang yang menjadi rujukan dalam perilaku kehidupan sehari-harinya.
Tugas konselor atau pendampung pada dasarnya adalah usaha
memberikan bimbingan kepada klien dengan maksud agar klien mampu mengatasi
permasalahan dirinya. Tugas ini berlaku bagi siapa saja yang bertindak sebagai
konselor.
Berdasarkan kutipan di atas dapat dijelaskan bahwa konselor
merupakan suatu profesi. Oleh karena itu pekerjaan konselor hanya bisa
dilaksanakan oleh orang yang profesional yaitu orang yang telah mengikuti
pendidikan profesi dalam bidang bimbingan dan konseling yang telah disiapkan
secara khusus melalui pendidikan formal. Konselor juga dituntut melaksanakan
kewajiban-kewajiban profesinya secara profesional.
Seseorang
konselor harus menjadi cermin bagi klien. Sebagaimana dijelaskan dalam Dirman
Allah SWT :
لَقَدْ كان لكُمْ في رسولِ اللهِ
أُسوَةٌ حَسنَةٌ لِمَنْ كان يَرجُواْ اللهَ واليومَ الأَخِرَ وذَكَرَ اللهَ
كثِيْرًا (21)
“Sesungguhnya Telah
ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang
yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak
menyebut Allah”. (Q.S Al-Ahzab: 21).
Secara lebih detail akan diterangkan mengenai tugas-tugas konselor
yang islami sebagai berikut:
1) Konselor dalam memberikan bimbinganya haruslah merupakan teladan
yang baik bagi anak asuh atau anak bimbing.
2) Konselor merupakan teladan bagi anak asuh yang lebih arif, lebih
bijaksana. Lebih mengetahui permasalahan, dam dapat dijadikan rujukan bagi
penyelesaian masalah. Meskipun demikian tidak berarti konselor atau pendamping
tanpa cacat. Sebagai manusia yang memiliki berbagai keterbatasan dan kelemahan
perilaku yang dapat dilihat atau di jadikan ukuran kualitas oleh anak asuh.
3) Kemampuan bersimpati dan berempati yang melampaui dimensi duniawi.
4)
Seorang
konselor adalah seseorang yang tanggap terhadap persoalan klien, ia dapat
bersimpati pada apa yang terjadi dalam diri klien serta berempati terhadap apa
yang di rasakan oleh klien.[9]
Konselor hendaknya memulai segala
perbuatan adalah bagian dari kebajikan hidup, bagian dari ibadah. Konseling
atau pendampingan adalah suatu upaya tausiah menghilangkan penderitaan adalah
upaya pembebasan manusia dari kekufuran, memperbaiki sifat-sifat negatif klien
atau anak asuh adalah upaya menjadikan klien manusia yang sempurna.
Kode etik berasal dari dua kata, yaitu kode yang berarti tulisan
(berupa kata-kata, tanda) dengan persetujuan memunyai arti atau maksud
tertentu; sedangkan etik, dapat berarti aturan tata susila;sikap atau akhlak.
Dengan demikian, kode atik secara kebahasaan berarti ketentuan dan aturan yang
berkenaan menyangkut tata susila dan akhlak yang dituangkan dalam sebuah tulisan.[10]
Menurut Saondi dan Suherman[11] adalah Kode etik adalah pedoman sikap, tingkah laku dan perbuatan
dalam melaksanakan tugas dalam kehidupan sehari-hari. profesi termasuk dalam
sebuah kelompok yang memiliki tugas, ujian dan fungsi tertentu. Berbagai macam
profesi memerlukan tata aturan agar dapat berjalan baik sesuai dengan yang
diharapkan oleh kelompok tersebut. Debfab memperlihatkan tingkah laku, sikap,
dan perbuatan ketika sedang bertugas sesuai dengan yang tercantum dalam kode
etik, maka kepercayaan masyarakat akan suatu profesi menjadinkuat, karena
setiap konseli mempunyai kepastian bahwa kepentingannya akan terjamin.
Etika adalah suatu sistem prinsip moral, etika suatu budaya. Aturan
tentang tindakan yang dianut berkenaan dengan perilaku suatu kelas manusia,
kelompok, atau budaya tertentu.
Etika profesi Bimbingan dan Konseling adalah kaidah-kaidah perilaku
yang menjadi rujukan bagi konselor dalam melaksanakan tugas atau tanggung
jawabnya memberikan layanan bimbingan dan konseling kepada klien. Kaidah-kaidah
yang dimaksud adalah:
1.
Setiap
orang memiliki hak untuk mendapatkan penghargaan sebagai manusia, dan
mendapatkan layanan konseling tanpa melihat suku bangsa, agama. Atau budaya.
2.
Setiap
orang/individu memiliki hak untuk mengembangkan dan mengarahkan diri.
3.
Setiap
orang memiliki hak untuk memilih dan bertanggung jawab terhadap keputusan yang
diambilnya.
4.
Setiap
konselor membantu perkembangan setiap klien, melalui layanan bimbingan dan
konseling secara profesional.
5.
Hubungan
konselor-konseli sebagai hubungan yang membantu yang didasarkan kepada kode
etik (etika profesi).
Kode Etik adalah seperangkat standar, peraturan, pedoman, dan nilai
yang mengatur mengarahkan perbuatan atau tindakan dalam suatu perusahaan,
profesi, atau organisasi bagi para pekerja atau anggotanya, dan interaksi antara
para pekerja atau anggota dengan masyarakat.
Kode etik konselor merupakan landasan moral dan pedoman tingkah
laku profesional yang dijunjung tinggi, diamalkan dan diamankan oleh setiap
anggota profesi Bimbingan dan Konseling. Kode Etik konselor Indonesia wajib
dipatuhi dan diamalkan oleh pengurus dan anggota organisasi tingkat nasional,
propinsi, dan kabupaten/kota.[12]
Berdasarkan pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa kode etik
adalah merupakan pedoman dan landasan moral yang berisi aturan bagi anggota profesi
bimbingan dan konseling mencakup tingkah laku, sikap akhlak, dan perbuatan yang
wajib dipatuhi dan diamalkan oleh setiap anggota organisasi profesi bimbingan
dan konseling dengan harapan dapat bertanggungjawab dalam menjalani tugasnya
sebagai seorang profesional.
Tujuan adanya kode etik adalah untuk
anggota dan organisai profesi konselor itu sendiri. Secara umum, menurut
Soerjipto & Kosasi tujuan kode etik yaitu[13]:
1.
Untuk menjunjung tinggi Martabat Profesi
Dalam hal ini kode etik dapat menjaga pandangan dan kesan dari
pihak luar atau masyarakat, agar mereka jangan sampai memandang rendah atau
remeh terhadap profesi yang bersangkutan. Olej karenanya, setiap kode etik
suatu profesi akan melarang berbagai bentuk tindak-tindak atau kelakukan
anggotan profesi dapat mencemarkan nama baik profesi.
2.
Untuk menjaga dan memelihara kesejahteraan para anggotanya
Kesejahteraan di sini meliputi baik kesejahteraan lahir (atau
material) maupun kesejahteraan batin (spritual atau mental) . dalam kesejahteraan
lahir para anggota profesi, kode etik umumnya memuat larangan-larangan kepada
para anggotanya untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang merugikan
kesejahteraan para anggotanya.
3.
Untuk meningkatkan pengabdian para anggota
Tujuan lain kode etik dapat juga berkaitan dengan peningkatan
kegiatan pengabdian profesi, sehingga bagi para anggota profesi dapat dengan
mudah mengetahui tugas dan tanggung jawab pengabdiannya dalam melaksanakan
tugasnya.
4.
Untuk meningkatkan mutu profesi
Untuk meningkatkan mutu profesi kode etik memuat norma-norma dan
anjuran agar profesi selalu berusaha untuk meningkatkan mutu pengabdian para
anggotanya.
5.
Untuk meningkatkan mutu organisasi profesi
Untuk meningkatkan mutu organisasi profesi, maka diwajibkan kepada
setiap anggota untuk secara aktif berpartisipasi dalam membina organisasi
profesi dan kegiatan-kegian yang dirancang organisasi.
Menurut
ABKIN yang dikutip oleh Ilham, kode etik Profesi Bimbingan dan Konseling
Indonesia memiliki lima tujuan, yaitu[14] :
1.
Memberikan
panduan perilaku yang berkarakter dan profesional bagi anggota organisasi dalam
memberikan pelayanan bimbingan dan konseling.
2.
Membantu
anggota organisasi dalam membangun kegiatan pelayanan yang profesional.
3.
Mendukung
misi organisasi profesi, yaitu Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia
(ABKIN).
4.
Menjadi
landasan dan arah dalam menghadapi dan menyelesaikan permasalahan yang datang
dari dan mengenal diri anggota profesi.
5.
Melindungi
anggota asosiasi dan sasaran layanan atau konseli.
Berdasarkan uraian diatas, dapat
disimpulkan bahwa tujuan kode etik profesi bimbingan dan konseling adalah untuk
menjunjung tinggi martabat profesi bimbingan dan konseling; membantu menjaga
dan memilihara kesejahteraan anggota profesi bimbingan dan konseling dalam
membangun pelayanan yang profesional; memberikan panduan perilaku yang
berkarakter dan profesional bagi anggota profesi dalam meningkatkan dan
memberikan pelayanan bimbingan dan konseling; meningkatkan mutu organisasi
profesi sesuai dengan misi organisasi profesi, yaitu Asosiasi Bimbingan dan
Konseling Indonesia; dan melindungi anggota profesi dan sasaran layanan atau
konseli dengan meningkatkan layanan di atas keuntungan pribadi.
c.
Pentingnya Kode Etik Profesi Bimbingan dan Konseling
Menurut Gladding, pentingnya Kode etik dalam profesi Bimbingan dan
Konseling ada tiga alasan, diantaranya :
1.
Kode
etik melindungi profesi dari pemerintah. Kode etik memperbolehkan profesi untuk
mengatur diri mereka sendiri dan berfungsi sendiri alih-alih dikendalikan oleh
undang-undang.
2.
Kode
etik membantu mengontrol ketidaksepakatan internal dan pertengkaran, sehingga
memelihara kestabilan dalam profesi.
3. Kode etik melindungi praktisi dari publik, terutama untuk pengaduan
malpraktik. Jika konselor bertindak sesuai batas-batas etik, tingkah lakunya
akan dinilai telah mematuhi standar umum.[15]
Keberadaan kode etik profesi dapat
memperkuat kepercayaan masyarakat (public trust) terhadap suatu profesi.
Sehingga ketika masyarakat menggunakan jasa profesi tersebut, keamana dan
kerahasiannya akan terjamin dan tidak menimbulkan kecuriaan karena sudah
tercantum dalam kode etik mengenai aturan yang menyangkut hal-hal yang perlu
dilakukan dan tidak boleh dilakukan dalam menjalankan tugasnya sebagai profesi.
Pentingnya kode etik profesi
bimbingan dan konseling bagi sorang konselor dalam menjalankan tugasnya menurut
Wibowo :
1.
Memberikan
pedoman etis/ moral berperilaku waktu mengambil keputusan bertindak menjalankan
tugas profesi konseling.
2.
Memberikan
perlindungan kepada konseli (induvidu pengguna).
3.
Mengatur
tingkah laku pada waktu menjalankan tugas dan mengatur hubungan konselor dengan
konseli, rekan sejawat dan tenaga-tenaga profesional yang lain, atasan, lembaga
tempat kerja.
4.
Memberikan
dasar untuk melakukan penilaian atas profesional yang dilakukannya.
5.
Menjaga
nama baik profesi terhadap masyarakat dengan mengusahakan standar mutu
pelayanan dengan kecakapan tinggi dan menghindari perilaku tidak layak atau
tidak patut/ pantas.
6.
Memberikan
pedoman berbuat bagi konselor jika menghadapi dilema etis.
7. Menunjukkan kepada konselor standar etika yang mencerminkan
pengharapan masyarakat.[16]
Berdasarkan pemaparan di atas, dapat
disimpulkan bahwa pentingnya kode etik profesi bimbingan dan konseling adalah
dapat melindungi dan memperkuat kepercayaan publik dalam penyelenggaraan
layanan bimbingan dan konseling; mengatur hubungan konselor dengan konseli,
teman sejawat, lembaga tempat bekerja, pimpinan, dan profesi lain yang ada
hubungannya dengan profesi bimbingan dan konseling; dan mengontrol anggota
profesi bimbingan dan konseling ketika bertingkah laku tidak sesuai dengan
etika yang diharapkan oleh masyarakat.
d.
Macam-macam Kode Etik Konselor
Berdasarkan keputusan pengurus besar asosiasi bimbingan dan
konseling Indonesia (PBABKIN) nomor 010 tahun 2006 tentang penetapan kode etik
profesi bimbingan dan konseling, maka sebagian dari kode etik itu adalah
sebagai berikut:
1.
Kualifikasi Konselor dalam nilai, sikap, keterampilan, pengetahuan,
dan wawasan.
a.
Konselor
wajib terus menerus mengembangkan dan menguasai dirinya. Ia wajib mengerti kekurangan-kekurangan
dan prasangka-prasangka pada dirinya sendiri, yang dapat mempengaruhi
hubungannya dengan orang lain dan mengakibatkan rendahnya mutu pelayanan
profesional serta merugikan klien.
b.
Konselor
wajib memperlihatkan sifat-sifat sederhana, rendah hati, sabar, menepati janji,
dapat dipercaya, jujur, tertib dan hormat.
c.
Konselor
wajib memiliki rasa tanggung jawab terhadap saran mapun peringatan yang
diberikan kepadanya, khususnya dari rekan-rekan seprofesi dalam hubunganya
dengan pelaksanaan ketentuan-ketentuan tingkah laku profesional sebagaimana di
atur dalam kode etik ini.
d.
Konselor
wajib mengutamakan mutu kerja setinggi mungkin dan tidak mengutamakan
kepentingan pribadi, termasuk keuntungan material, finansial, dan popularitas.
e.
Konselor
wajib memiliki keterampilan menggunakan teknik dan prosedur khusus yang
dikembangkan atas dasar wawasan yang luas dan kaidah-kaidah ilmiah.[17]
2.
Penyimpanan dan Penggunaan Informasi.
a.
Catatan
tentang diri klien yang meliputi data hasil wawancara, testing, surat menyurat,
perekaman dan data lain, semuanya merupakan informasi yang bersifat rahasia dan
hanya boleh digunakan untuk kepentingan klien. Penggunaan data/ informasi untuk
keperluan identitas klien di rahasiakan.
b.
Penyampaian
informasi klien kepada keluarga atau kepala anggota profesi lain membutuhkan
persetujuan klien.
c.
Penggunaan
informasi tentang klien dengan anggota profesi yang sama atau yang lainb dapat
dibenarkan, asalkan buntuk kepentingan klien dan tidak merugikan klien.
d.
Keterangan
mengenai informasi profesional hanya boleh diberikan kepada orang yang
berwenang menafsirkan dan menggunakannya.
3.
Hubungan dengan pemberian pada pelayanan.
a.
Konselor
wajib menangani klien selama ada kesempatan dalam hubungan antara klien dengan
konselor.
b.
Klien
sepenuhnya berhak mengakhiri hubungan dengan konselor, meskipun proses
konseling belum mencapai suatu hasil yang kongkrit. Sebaliknya konselor tidak
akan melanjutkan hubungan apanila klien ternyata tidak memperolehmanfaat dari
hubungan itu.
4.
Hubungan dengan Klien.
a. Konselor wajib menghormati harkat, martabat, integritas dan
keyakinan klien.
b. Konselor wajib menempatkan kepetingan klienya di atas kepentingan
pribadinya.
c. Dalam melakukan tugasnya konselor tidak mengadakan pembedaan klien
atas dasar suku, bangsa, warna kulit, agama atau status sosial ekonomi
masyarakat.
d. Konselor tidak akan memaksa untuk memberikan bantuan kepada
seseorang tanpa izin dari orang yang bersangkutan.
e. Konselor wajib memberikan bantuan kepada siapapun lebih-lebih dalam
keadaan darurat atau banyak orang yang menghendaki.
f.
Konselor
wajib memberikan pelayanan hingga tuntas sepanjang dikehendaki oleh klien.
g. Konselor wajib menjelaskan kepasa klien sifat hubungan yang sedang
dibinadan batas-batas tanggung jawab masig-masing dalam hubungan profesional.
h. Konselor wajib mengutamakan perhatian kepada klien, apabila timbul
masalah dalam kesetiaan ini, maka wajib diperhatikan kepentingan pihak-pihak
yang terlibat dan juga tuntutan profesinya sebagai konselor.
i.
Konselor
tidak bisa memberikan bantuan kepada sanak keluarga, teman-teman karibnya,
sepanjang hubunganya profesional.[18]
5.
Konsultasi dengan Rekan Sejawat.
Dalam rangka pemberian pelayanan kepada seorang klien, kalau
konselor merasa ragu-ragu tentang suatu hal, maka ia wajib berkonsultasi dengan
sejawat selingkungan profesi. Untuk hal itu ia harus mendapat izin terlebih
dahulu dari kliennya. Dan apabila klien ingin memiliki lebih dari satu konselor
itu boleh saja, akan tetapi tergantung dari masalah yang akan di hadapi oleh si
klien itu apabila sang konselor yang A tidak bisa mengatasi masalah klien dia
boleh berkonsultasi ke konselor yang lain yang di sarankan oleh konselor A, dan
apabila si klien ingin lebih dari dua konselor tetapi dia tidak berkonsultasi
kepada konselor yang tadi juga tidak apa-apa asalkan si klien bisa meyaring
dari pengeluaran masalah itu, dan tidak membuat si klien kebingungan apabila
dia lebih dari satu konselor karena beda orang biasanya beda pendapat lebih
baik dia memiliki satu konselor saja sama seperti seorang dokter spesialis
hanya dokter spesialis itu yang dapat mengerti kondisi pasiennya sama dengan
konselor dia lebih tau kondisi kliennya dari pada konselor yang lain yang jelas
baru tau masalah yang dihadapi klien.
6.
Alih Tangan Kasus.
Kode etik yang menghendaki agar pihak-pihak yang tidak mampu menyelenggarakan
layanan bimbingan dan konseling secara tepat dan tuntas atas suatu permasalahan
peserta didik (klien) kiranya dapat mengalih-tangankan kepada pihak yang lebih
ahli.
7.
Hubungan Kelembagaan
Prinsip umum
ketika konselor bekerja dalam suatu lembaga perlu memperhatikan penyimpanan
serta penyebaran informasi konseli sehingga wajib ada pengertian dan
kesepakatan antara konselor dengan pihak lembaga tempat konselor bekerja.
Keterkaitan kelembagaan dengan konselor yaitu adanya peraturan-peraturan di
lembaga tempat konselor bekerja sehingga wajib konselor untuk bertanggung jawab
dalam mematuhi progam-progam di lembaga tersebut. Konselor dapat mengundurkan
diri jika tidak cocok dengan ketentun-ketentuan yang berlaku di lembaga tempat
bekerja.
e.
Praktek mandiri dan laporan kepada pihak lain
Konselor dapat melakukan praktik mandiri ketika memperoleh izin
praktik dari Organisasi Profesi ABKIN. Ketika mendapatkan izin praktek mandiri,
konselor tetap mentaati kode etik profesi dan berhak mendapat dukungan serta
perlindungan dari rekan seprofesi. Laporan kepada pihak lain (misal: badan di
luar profesinya) dan wajib memberikan keterangan informasi konseli, konselor
perlu sebijaksana mungkin menyampaikan informasi agar pihak tetap dilindungi
dan tidak dirugikan.
Konselor wajib melaksanakan hak dan kewajiban tugasnya terhadap
konseli dan profesi yang sepenuhnya untuk kepentingan dan kebahagian konseli.
Tidak menyalahgunakan profesinya sebagai konselor untuk mencari keuntungan
pribadi atau yang dapat merugikan konseli (misalkan menerima komisi atau balas
jasa dalam bentuk yang tidak wajar). Konselor yang melakukan pelanggaran
terhadap kode etik akan mendapatkan sanksi berdasarkan ketentuan yang
ditetapkan oleh ABKIN.[19]
Adapun rumusan kode etik profesi bimbingan dan konseling, antara
lain:
1.
Dasar Kode Etik Profesi Bimbingan dan Konseling
Pembahasan pertama kode etik profesi bimbingan dan konseling
mencakup definisi, prinsip, dan tujuan orgranisasi profesi Asosiasi Bimbingan
dan Konseling; pengertian kode etik profesi bimbingan dan konseling; dan
landasan legal kode etik profesi bimbingan dan konseling.
Adapun landasan legal kode etik profesi bimbingan dan konseling
Indonesia adalah:
a)
Pancasila,
Undang Undang Dasar 1945 Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhineka
Tunggal Ika.
b)
UU
Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
c)
Peraturan
Pemerintah RI No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (pasal 28
ayat 1, 2 dan 3 tentang Standar pendidikan dan Tenaga Kependidikan).
d)
Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia No. 74 Tahun 2008 tentang Guru.
e)
Peraturan
Menteri Pendidikan Nasional RI Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk
Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah.
f)
Peraturan
Menteri Pendidikan Nasional RI Nomor 27 Tahun 2008 tentang Standar Kualifikasi
Akademik dan Kompetensi Konselor.
g)
Dasar
Standarisasi Profesi Konseling (DSPK) yang disusun dan diberlakukan oleh
Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi mulai Tahun 2003/2004.
h)
Panduan
Pengembangan Diri yang disusun dan diberlakukan oleh Pusat Kurikulum Badan
Pengembangan dan Penelitian Pendidikan sejak tahun 2006.[20]
2.
Kualifikasi dan Kompetensi Kode Etik
Pembahasan kedua kode etik profesi bimbingan dan konseling yaitu
mengenai kualifikasi konselor, kompetensi konselor, dan kegiatan profesional
bimbingan dan konseling.
a)
Kualifikasi
Kualifikasi
konselor adalah anggota ABKIN yang minimal Sarjana Pendidikan (S1) dalam bidang
Bimbingan dan Konseling, dan tamatan Pendidikan Profesi Konselor (PPK).
b)
Kompetensi
1)
Memahami
secara mendalam konseli yang hendak dilayani dengan menghargai dan menjunjung
tinggi nilai-nilai kemanusiaan, individualitas, kebebasan memilih, dan
mengedepankan kepentingan konseli dalam situasi umum, dan Mengaplikasikan perkembangan fisiologis dan
psikologis serta perilaku konseli, dalam ragam budaya Indonesia pada situasi
kehidupan global yang adil dan beradab.
2)
Menguasai
landasan teoritik keilmuan pendidikan dan bimbingan dan konseling dengan
Menguasai teori dan praksis pendidikan, Menguasai kerangka teoritik dan praksis
bimbingan dan konseling dan Menguasai esensi dan praktik operasional pelayanan
bimbingan dan konseling pada setting pendidikan dalam berbagai jalur, jenis dan
jenjang pendidikan, serta setting non-pendidikan.
3)
Menyelenggarakan
pelayanan bimbingan dan konseling terhadap konseli dengan merancang program
bimbingan dan konseling, khususnya untuk sasaran layanan atau konseli pada
satuan pendidikan, atau unit kerja/organisasi atau lembaga tempat konselor
bertugas, menguasai konsep, praksis dan praktik asesmen untuk memahami kondisi,
kebutuhan, dan masalah konseli, mengimplementasikan program bimbingan dan
konseling, melalui penerapan pendekatan dan teknik konseling secara
eklektik-komperhensif dan Menilai proses dan hasil pelayanan bimbingan dan
konseling.
4)
Mengembangkan
pribadi dan profesionalitas diri secara berkelanjutan dengan beriman dan bertakwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, menunjukkan integritas dan stabilitas kepribadian
berkarakter serta kinerja profesional, memiliki kesadaran dan komitmen terhadap
etika profesional, mengimplementasikan kolaborasi intern di tempat bekerja, berperan
dalam organisasi dan kegiatan profesi bimbingan dan konseling, mengimplementasikan
kolaborasi antar profesi dan mengembangkan diri untuk meningkatkan dan
mengembangkan kemampuan dalam bidang profesi melalui pendidikan dan pelatihan,
penelitian dan penulisan karya ilmiah, ikut seminar lokakarya dalam bidang
Bimbingan dan Konseling.[21]
Pelanggaran kode etik profesi bimbingan dan konseling yaitu
mengenai bentuk pelanggaran dan sanksi anggota profesi bimbingan dan konseling
yang melakukan tindakan pelanggaran merugikan pihak yang terkait dengan
penyelenggaraan layanan bimbingan dan konseling.
1)
Bentuk Pelanggaran
a)
Pelanggaran
Umum
(1)
Melanggar
nilai dan norma yang mencemarkan nama baik profesi Bimbingan dan Konseling dan
Organisasinya, yaitu Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia.
(2)
Melakukan
tindak pidana yang mencemarkan nama baik profesi Bimbingan dan Konseling.
b)
Pelanggaran
Terhadap Konseli
(1)
Menyebarkan/membuka
rahasia konseli kepada orang yang tidak terkait dengan kepentingan konseli
(2)
Melakukan
perbuatan asusila (pelecehan seksual, penistaan agama, rasialis) terhadap
konseli, dan merugikan konseli.
(3)
Melakukan
tindak kekerasan (fisik dan psikologis) terhadap konseli.
(4)
Kesalahan
dalam melakukan praktik profesional (pendekatan, prosedur, teknik,
instrumentasi, evaluasi, dan tindak lanjut).
(5)
Tidak
memberikan pelayanan atau mengabaikan permintaan konseli untuk mendapatkan pelayanan.
(6)
Melakukan
referral terhadap pihak lain yang tidak sesuai dengan masalah konseli dan
merugikan konseli.
c)
Pelanggaran
Terkait dengan Lembaga Kerja
(1)
Melakukan
kesalahan terhadap lembaga berkenaan dengan tanggung jawabnya sebagai konselor
yang bekerja dilembaga yang dimaksudkan.
(2)
Melakukan
kesalahan pidana terhadap lembaga yang dimaksud yang dikenal sanksi/hukum yang
mencemarkan nama baik profesi Bimbingan dan Konseling.
d)
Pelanggaran
Terhadap rekan Sejawat
(1)
Melakukan
tindakan yang menimbulkan konflik antar sejawat konselor, seperti penghinaan,
menolak untuk bekerjasama, sikap arogan.
(2)
Berebut
konseli untuk dilayani antar sesama konselor.
e)
Pelanggaran
Terhadap Organisasi Profesi
(1)
Tidak
mengikuti kebijakan dan aturan yang telah ditetapkan oleh organisasi profesi.
(2)
Mencemarkan
nama baik profesi dan organisasi profesinya.[22]
2)
Sanksi Pelanggaran
Apabila terjadi pelanggaran terhadap kode etik profesi bimbingan
dan konseling maka kepada konselor diberikan sanksi sebagai berikut:
a)
Teguran
secara lisan dan tertulis.
b)
Peringatan
keras secara tertulis.
c)
Pencabutan
keanggotaan ABKIN.
d)
Pencabulan
lisensi izin praktik mandiri.
e)
Apabila
terkait dengan permasalahan hukum/kriminal maka permasalahan tersebut
diserahkan pada pihak yang berwenang.[23]
3)
Mekanisme Penerapan Sanksi
Penerapan sanksi terhadap konselor yang dianggap melanggar kode
etik dilakukan sebagai berikut:
a)
Diperolehnya
pengaduan dan atau informasi tentang adanya pelanggaran dari konseli dan atau
pihak lain.
b)
Pengaduan/informasi
disampaikan kepada Dewan Kode Etik, untuk diverifikasi.
c)
Konselor
yang bersangkutan dipanggil untuk verifikasi pengaduan/informasi yang
disampaikan oleh konseli dan atau pihak lain. Dalam hal ini konselor yang
bersangkutan diberi kesempatan untuk membela diri.
d)
Apabila
ternyata memang ada pelanggaran dan pelanggaran itu dianggap masih relatif
ringan, maka penyelesainya dilakukan oleh Dewan Kode Etik daetah yang kemduian
dikuatkan oleh Pengerus Besar Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia
(PB-ABKIN).
e)
Apabila
pelanggaran dilakukan oleh konselor cukup berat, Dewan Kode Etik Daerah
melimpahkan penyelesainya kepada Pengurus Besar Asosiasi Bimbingan dan
Konseling Indoensia (PB-ABKIN).[24]
h.
Tugas Pokok dan Fungsi Kode Etik Profesi
Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia sebagai asosiasi profesi
membentuk Dewan Kode Etik Profesi Tingkat Nasional dan Tingkat Daerah. Tugas
pokok dan fungsi Dewan Kode Etik Profesi tersebut adalah:
1)
Menjaga
tegaknya Kode Etik profesi Bimbingan dan Konseling sebagai profesi yang
bermartabat.
2)
Mengadakan
verifikasi tentang kebenaran pelanggaran terhadap kode etik oleh konselor yang dilaporkan
oleh pihak tertentu.
3)
Menerima
dan mempertimbangkan pembelaan dari konselor yang diadukan melanggar Kode Etik.
4)
Mempertimbangkan
dan menjatuhkan sanksi kepada konselor yang nyata-nyata melanggar Kode Etik
sesuai dengan besar kecilnya pelanggaran yang dilakukan.
5) Bertindak sebagai sanksi di pengadilan berkenaan dengan perkara permasalahan
hukum yang menyangkut anggota ABKIN dan ABKIN sebagai lembaga.
Berdasarkan uraian diatas, dapat
disimpulkan bahwa kode etik ada kaitanya dengan rumusan kode etik profesi guru
dalam hal profesi bimbingan dan konseling yang bekerja di satuan pendidikan.
Hal tersebut ditandai dengan adanya persamaan mentaati kode etik profesi
bimbingan dan konseling maupun kode etik guru sebagai pedoman dalam bekerja.
Konselor sebagai pendidik wajib mentaati kode etik profesi guru yang
menjelaskan hubungan-hubungan yang mencakup kewajiban guru terhadap: orang tua,
masyarakat; Teman sejawat, profesi, dan pemerintah. Sebagai anggota profesi
bimbingan dan konseling, guru bimbingan dan konseling perlu memahami dan
menerapkan kode etik profesi bimbingan dan konseling mencakup 5 aspek yang
terdiri dari (1) dasar kode etik profesi bimbingan dan konseling (2)
kualifikasi guru bimbingan dan konseling; kompetensi guru bimbingan dan
konseling; dan kegiatan profesional bimbingan dan konseling, (3) pelaksanaan
pelayanan bimbingan dan konseling, (4) pelanggaran dan sanksi kode etik
bimbingan dan konseling, (5) tugas pokok dan fungsi dewan kode etik profesi
bimbingan dan konseling.[25]
Penerapan kode etik profesi
bimbingan dan konseling sebagai tujuan terkait dengan asas kerahasiaan yang
tercantum dalam permendikbud No. 111 tahun 2014 tentang bimbingan dan konseling
pendidikan dasar dan pendidikan menengah pasal 4 butir a yang dikutip oleh
Ilham. Dalam lampiran tersebut dijelaskan bahwa kerahasiaan yaitu asas layanan
yang menuntut konselor atau guru bimbingan dan konseling merahasiakan segenap
data dan keterangan tentang peserta didik/konseli, sebagaimana diatur dalam
kode etik bimbingan dan konseling.
Menurut Mungin, kerahasiaan
merupakan persoalan pokok yang paling penting dalam konseling kelompok.
Konselor perlu menekankan kepada semua peserta konseli mengenai pentingnya
pemeliharaan kerahasiaan. Ketika konseling kelompok berlangsung, kegiatan
terbut merupakan rahasia bersama sebagai kelompok.
Penjelasan lain mengenai
implementasi kode etik profesi bimbingan dan konseling dalam penyelenggaraan
layanan bimbingan dalam ABKIN yang dikutip oleh Ilham, yaitu konselor perlu
memiliki kesadaran dan komitmen terhadap etika profesional dengan
menyelenggarakan layanan sesuai dengan kewenangan dan kode etik profesional.
Adapun komponen layanan bimbingan dan konseling dalam Permendikbud No. 111 yang
dikutip oleh Ilham, yaitu layanan dasar, layanan permintaan dan perencanaan
induvidual, yanan responsif, dan layanan dukungan sistem yang mencakup bidang
layanan pribadi, belajar, sosial, dan karier.[26]
Berdasarkan uraian diatas, dapat
disimpulkan bahwa implementasi kode etik profesi bimbingan dan konseling dalam
penyelenggaraan layanan bimbingan dan konseling yaitu berhubungan dengan asas
kerahasiaan sebagaimana tercantum penjelasannya dalam kode etik profesi
bimbingan dan konseling.
BAB III
PEMBAHASAN
Peran Konselor dalam
Bimbingan dan Konseling dituntut mempunyai peranan sebagai orang kepercayaan
konseli/ siswa, sebagai teman bagi konseli/ siswa, bahkan konselor sekolahpun
dituntut agar mampu berperan sebagai orang tua bagi klien/ siswa. Konselor
harus selalu mempertahankan sikap profesional tanpa mengganggu keharmonisan
hubungan antara konselor dengan personal sekolah lainnya guna terlaksananya
progam bimbingan dan konseling yang telah direncanakan, juga menjalin hubungan
kepada semua siswa-siswa yang nyaris yidak mempunyai masalah pribadi, sosial,
belajar, ataupun karir, maupun kepada siswa-siswa yang nyaris tidak mempunyai masalah gunan
membantu dan memfasilitasi siswa dalam menyelesaikan kesulitan atau masalah.
Kode Etik Bimbingan dan Konseling Indonesia merupakan landasan moral dan pedoman tingkah laki profesional yang dijunjung tinggi, diamalkan dan diamankan oleh setiap profesional Bimbingan dan Konseling Indonesia dengan landasan pertama adalah Pancasila atas dasar mengingat profesi bimbingan dan konseling merupakan usaha pelayanan terhadap sesama manusia dalam rangka ikut membina warga negara Indonesia yang bertanggung jawab. Kedua, tuntutan profesi, yang mengacu pada kebutuhan dan kebahagiaan klien sesuai dengan norma-norma yang berlaku.
Implementasi kode etik profesi bimbingan dan konseling dalam penyelenggaraan layanan bimbingan dan konseling yaitu berhubungan dengan asas kerahasiaan sebagaimana tercantum penjelasannya dalam kode etik profesi bimbingan dan konseling.
Demikian makalah dari kami semoga dapat memberikan manfaat dan
menambah wawasan kita semua. Adapun saran yang ingin disampaikan adalah:
1. Kepada para pendidik harus mampu berperan sebagai konselor yang
profesional dan memahami kode etik konselor dalam menjalankan tugas, sehingga
tujuan pendidikan bisa dicapai;
2. Kepara para pembaca/ calon guru semoga bisa mengambil pengalaman
dari makalah ini mengenai peran dan kode etik Konselor dam mencapai tujuan pendidikan:
3. Apabila ada kritik dan saran, silakan sampaikan langsung kepada
kami. Karena ktitik dan saran dari pembaca tentu sangat dibutuhkan untuk bahan
intropeksi. Sehingga di masa yang mendatang, kami dapat menyusun makalah yang
lebih baik lagi. Dan jika ada kesalahan mohon dimaafkan, karena kami hanyalah
hamba Allah SWT yang tidak luput dari khilaf dan lupa.
Ahmadi, Abu, 2010, Psikologi Sosial Edisi Revisi, Yogyakarta: Rineka Cipta
Amti, Erman dan Prayitno, 2004, Dasar-Dasar Bimbingan Konseling,
(Jakarta: Pustaka Ilmu, 2004.
Eddy Wibowo, Mungin, 2005, Konseling Kelompok Perkembangan, Semarang:
UNNES Press.
Gladding, Samuel T, 2012, Konseling profesi yang menyeluruh,
Yogyakarta: Indeks.
Ilham, Fajar, 2016, Tingkat Pemahaman Kode Etik Profesi
Bimbingan dan Konseling pada Guru Bimbingan dan Konseling di Sekolah Menegah
Pertama Negeri Se-Kelompok Kerja Kabupaten Bantul, Yogayakarta: UNY Press.
SKRIPSI.
Mashudi,
Farid, 2012, Psikologi Konseling, Yogyakarta: Ircisod.
Nurfuadi,
2012, profesionalisme guru, Purwokerto:
STAIN Press.
Rahardjo, Susilo & Agung Slamet Kusmanto, 2017, Pelaksanaan
Kode Etik Profesi Bimbingan dan Konseling SMP/MTs Kabupaten Kudus, Jurnal
Konseling Gusjigang Vol. 3 No. 2, Juli-Desember.
Saondi, ONdi & Aris Suherman, 2010, Etika Profesi Keguruan,
Bandung: Refika Aditama.
Sodik, Abror, 2012, Hadis Bimbingan Konseling Islam, Yogyakarta:
Fakultas Dakwah.
Surya,
Muhammad, 2003, Psikologi Konseling, Bandung: Pustaka Bani Quraisy.
Soetjipto &
Raflis Kosasi, 2011, Profesi Keguruan,
Bandung: Rineka Cipta.
Winardi, J, 2011, Motivasi dalam Pemotivasian jakarta: Raja
Grafindo.
[1] Susilo
Rahardjo & Agung Slamet Kusmanto, Pelaksanaan Kode Etik Profesi
Bimbingan dan Konseling SMP/MTs Kabupaten Kudus, Jurnal Konseling Gusjigang
Vol. 3 No. 2, Juli-Desember, 2017, hal. 2
[2] Abu Ahmadi, Psikologi
Sosial Edisi Revisi, (Yogyakarta:
Rineka Cipta, 2010), hal. 35
[3] Ibid,
hal. 40
[4] Farid Mashudi,
Psikologi Konseling, (Yogyakarta: Ircisod, 2012), hal. 96
[5] J Winardi,
Motivasi dalam Pemotivasian (jakarta: Raja Grafindo, 2011), hal. 2
[6] Abror Sodik, Hadis
Bimbingan Konseling Islam, (Yogyakarta: Fakultas Dakwah, 2012), hal. 238
[7] Muhammad
Surya, Psikologi Konseling, (Bandung: Pustaka Bani Quraisy, 2003), hal. 106
[8] Abu Bakar M
Luddin, Psikologi Konseling, (Bandung, Citapustaka Media Perintis,2011), hal. 53
[9] Munir Samsul, Bimbingan
Dan Konseling Islam, (Jakarta: AMZAH, 2010). Hal. 259
[10] Nurfuadi, profesionalisme
guru, (Purwokerto: STAIN Press, 2012), hal. 147
[11] Ondi Saondi
& Aris Suherman, Etika Profesi Keguruan, (Bandung: Refika Aditama,
2010), hal. 96
[12] Syamsu Yusuf ,
Landasan Bimbingan dan Konseling, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2010),
hal. 17
[13] Soetjipto &
Raflis Kosasi, Profesi Keguruan,
(Bandung: Rineka Cipta, 2011), hal. 31-32
[14] Fajar Ilham, Tingkat
Pemahaman Kode Etik Profesi Bimbingan dan Konseling pada Guru Bimbingan dan
Konseling di Sekolah Menegah Pertama Negeri Se-Kelompok Kerja Kabupaten Bantul,
(Yogayakarta: UNY Press, 2016), Skripsi, hal. 18
[15] Samuel T.
Gladding, Konseling profesi yang menyeluruh, (Yogyakarta: Indeks, 2012),
hal. 68
[16] Mungin Eddy
Wibowo, Konseling Kelompok Perkembangan, (Semarang: UNNES Press,2005),
hal. 53
[17] Erman Amti dan
Prayitno, Dasar-Dasar Bimbingan Konseling, (Jakarta: Pustaka Ilmu,
2004), 105.
[18] Ibid
[19] Ibid
[20] Ilham, Tingkat
Pemahaman Kode Etik..., hal. 30
[21] Ibid,
hal. 30-33
[22] Ibid, hal.
54
[23] Ibid
[24] Ibid,
hal. 55
[25] Ibid, hal.
56-57
[26] Mungin Eddy
Wibowo, Konseling Kelompok Perkembangan..., hal. 114
Posting Komentar
0 Komentar